Takutkan Dia

Tutoplah pintu jasmani dan akalmu terhadap segala sesuatu yang akan mengganggu hatimu, menghapuskan kepercayaanmu terhadap Allah, dan dengan terang-terangan mendatangkan kesedihan dan penyesalan pada hari Perhitungan dan rasa malu akan tindakan-tindakan buruk yang kamu lakukan.

Orang yang cermat pasti mempunyai tiga prinsip, iaitu ia harus mengabaikan kesalahan2 semua orang lain, ia harus menghindar dari upaya mengganggu mereka, dan ia harus menyeimbangkan antara kecaman dan pujian.

Akar rasa takut kepada Allah adalah dengan terus menerus memeriksa diri sendiri, benar dalam perkataan dan adil dalam perjanjian, meninggalkan segala hal yang meragukan, meninggalkan setiap kerusakan dan keraguan, memisahkan diri dari segala sesuatu yang tidak bersangkut-paut denganmu dan tidak membuka pintu-pintu yang tidak kamu ketahui bagaimana cara menutupnya. Jangan duduk bersama seseorang yang mengaburkan apa yang telah jelas bagimu, atau dengan seseorang yang menganggap enteng iman. Jangan pertanyakan pengetahuan yg tidak akan kamu pahami, dari siapa yg mengatakannya, putuskanlah hubunganmu dengan orang yang memutuskan hubunganmu dengan Allah Swt.[]

Niat D Hati

Orang yang mempunyai niat yang tulus adalah dia yang hatinya tenang; sebab hati yang tenang, yang terbebas dari pemikiran mengenai hal-hal yang terlarang, berasal dari upaya membuat niatmu murni untuk Allah dalam segala perkara.

Pada hari harta benda dan anak-anak tidak berguna, kecuali orang-orang yang datang menghadap Allah dengan hati yang suci. (QS Al-Syu 'ara [26]: 88-90)

Nabi Saw. bersabda,"Niat orang beriman itu lebih baik daripada perbuatannya," dan juga,"Perbuatan-perbuatan itu terjadi karena niat, dan setiap manusia akan memetik buah dari apa yang diniatkannya." Hamba Allah kerananya harus mempunyai niat yang tulus setiap kali dia berbuat atau diam, sebab dengan demikian dia tidak akan bertindak 'sembrono'. Orang-orang yang 'sembrono' telah ditegur oleh Allah Swt.:

Tidak, mereka hanyalah seperti binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi jalan pikirannya dari binatang itu. (QS Al-Furqan [25]: 44)

Mereka itulah orang-orang yang alpa.(QS Al-A'raf [7]: 179)

Niat timbul dari hati, sesuai dengan kesucian pengetahuan. Ia beragam sebagaimana keyakinan juga beragam pada saat-saat yang berlainan dalam kekuatan dan kelemahannya. Keinginan untuk mementingkan diri sendiri dan nafsu dari orang-orang yang mempunyai niat tulus ditaklukkan oleh kekuatan dan pemujaan (ibadah) terhadap Allah dan kerendahan hati di hadapan-Nya. Kerana sifatnya, keinginannya dan hasratnya sendiri, ia menjadi tidak tenang, tetapi orang-orang tetap merasa tenang di tangannya.[]

Dari Kerana Mata

Tidak ada yang lebih menguntungkan dibanding menundukkan pandangan bagi seseorang, sebab penglihatan itu tidak ditundukkan dari segala hal yang dilarang Allah kecuali jika penyaksian akan keagungan dan kemuliaan itu telah sampai ke dalam hati.

Amir Al-Mu'minin 'Ali ibn Abi Thalib r.a ditanya tentang apa yang dapat membantu seseorang untuk menundukkan pandangannya. Beliau berkata, "Kepasrahan pada kekuasaan-Nya yang mengetahui segala rahasiamu. Mata adalah pancaran hati dan cerminan akal; karena itu tundukkanlah pandanganmu dari apa pun yang tidak disukai oleh hatimu dan dari apa pun yang dianggap oleh akalmu tidak patut."

Nabi Saw. berkata,"Tundukkanlah matamu dan kamu akan melihat keajaiban-keajaiban."

Allah Swt. berfirman:

Katakanlah kepada kaum pria yang beriman, bahwa hendaknya menundukkan pandangan matanya dan menjaga kehormatannya. (QS Al-Nur [24]: 30)

********************************************************************************

"Mata adalah pancaran hati dan cerminan akal; karena itu tundukkanlah pandanganmu dari apa pun yang tidak disukai oleh hatimu dan dari apa pun yang dianggap oleh akalmu tidak patut,"


********************************************************************************

Nabi Isa a.s. berkata kepada murid-muridnya, "Waspadalah untuk tidak melihat hal-hal yang dilarang, sebab itu merupakan benih nafsu dan menuntun kepada perilaku yang menympang."

Seorang bijak berkata,"Aku lebih memilih kematian daripada memandang sesuatu yang tidak perlu."

'Abdullah ibn Mas'ud berkata kepada seorang pria yang telah mengunjungi seorang wanita pada saat wanita itu sakit,"Akan lebih baik bagimu untuk kehilangan matamu daripada mengunjungi wanita yang sakit itu."

Setiap kali mata melihat sesuatu yang dilarang, sesimpul nafsu diikatkan pada hati orang tersebut, dan simpul itu hanya dapat dilepaskan melalui salah satu dari dua syarat ini: dengan menangisi dan menyesalinya dalam tobat yang sungguh-sungguh, atau dengan memiliki apa yang dihasratkannya dan dilihatnya. Dan jika seseorang memilikinya dengan cara yang tidak adil, tanpa tobat, maka hal itu membawanya kepada Api (neraka). Sedangkan bagi orang yang bertobat darinya dengan penuh kesedihan dan penyesalan, tempatnya adalah di dalam taman syurga (raudhah al-jannah) dan dia menjadi kesayangan Allah.[]

Jamuan Allah

Rahasia Puasa

Bulan Ramadhan adalah bulan Allah swt, satu-satunya bulan yang namanya diabadikan dalam al-Quran. Allah menyebutnya dengan bulan nuzul al-Quran (turunnya al-Quran). Allah swt berfirman: “(Beberapa hari yang ditentukan itu adalah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Quran.” (QS. Al-Baqarah (2): 185) Bulan ini menjadi agung bukan dikerenakan puasanya, melainkan karena di dalamnya diturunkan al-quran. Al-Quran memiliki hukum dan hikmah. Di antaranya adalah hukum puasa.
Ramadhan adalah bulan turunnya al-Quran al-Karim. Pada bulan ini pula manusia menjadi tamu-tamu Allah swt. Dan Allah swt telah menyajikan hidangan bagi para tamu-Nya berupa al-Quran al-Karim.
Dalam sebuah riwayat, Rasulullah saw bersabda: “Al-Quran ini adalah jamuan dari Allah swt.”[1] Al-Quran merupakan jamuan Ilahi yang diberikan bagi hamba-hamba-Nya. Tidak semua orang bisa menyantap dan menikmati jamuan tersebut. Tak seorang pun memiliki otoritas membawakan pendapat atas al-Quran atau menganggap pendapatnya berasal darinya. Al-Quran bukanlah jamuan yang diperuntukkan bagi setiap orang. Ia merupakan pemberian khusus yang diperuntukkan bagi insan yang haus dan lapar akan mekrifat al-Quran. Merekalah yang dapat memperoleh makrifat tersebut. Semua pemahaman ini bersumber dari banyak hadis, baik yang ada di kalangan Ahlusunnah maupun Syi’ah.
Allah swt mengajak kita untuk membaca al-Quran pada bulan yang mulian ii. Para ahli makrifat berkata: “Sesungguhnya walaupun puasa terasa berat dan melelahkan bagi mereka yang melakukannya, namun dengan mendengarkan ayat-ayat al-Quran, beban tersebut akan hilang.” Allah swt berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa.” (QS. Al-Baqarah (2): 183)
Perhitungan awal perjalanan manusia menuju Allah dimulai pada bulan Ramadhan. Musim gugur merupakan awal untuk bercocok tanam, karena penghasilan tahunan dimulai dari musim gugur. Dan bulan Ramadhan merupakan titik awal dihitungnya perjalanan manusia menuju Allah swt. Dan pada bulan Ramadhan berikutnya, sang salik memulai penghitungan tingkatan yang telah ditempuhnya.
Dalam khutbahnya pada Jumat terakhir bulan Sya’ban, Rasulullah saw bersabda: “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya jiwa kalian tergadaikan dengan amal kalian, maka bebaskanlah (jiwa kalian) dengan ber-istighfar.”[2]
Wahai manusia, kalian bukanlah orang-orang yang merdeka. Sesungguhnya kalian terpenjara, hanya saja kalian tidak menyadarinya. Dosa-dosa yang kalian perbuatlah yang memenjarakan kalian. Karenanya, demi kebebasan jiwa-jiwa kalian, segera ber-istighfar kepada Allah swt pada bulan mulia ini. Manusia yang berdosa adalah manusia yang berhutang. Oleh karena wajib bagi orang yang berhutang untuk membayarnya. Bukan dengan tanah atau rumah. Namun hutang itu harus dibayar dengan jiwa. Seseorang yang diperbudak oleh dirinya hanya akan melakukan sesuatu berdasarkan kesukaan dan keinginannya. Ia senantiasa membanggakan apa yang dilakukannya. Orang semacam ini telah terpenjara oleh diri, hawa nafsu dan keinginan-keinginannya sendiri.
Dalam Islam, tidak terdapat keagungan dan kemuliaan yang melebihi kebebasan. Banyak sekali hadis dari para imam suci yang mengajarkan kepada manusia tentang arti kebebasan. Dan yang terpenting dari ajaran tersebut, bukan bebasnya manusia dari musuh-musuh yang datang dari luar. Tetapi bebasnya mereka dari belenggu syahwat dan kecenderungan yang ada dalam dirinya.
Jika ingin mengetahui apakah kita memang orang yang merdeka atau justru seorang tawanan, kita harus melihat kepada amal perbuatan kita. Jika amal perbuatan tersebut didorong oleh keinginan kita, maka kita adalah tawanan dan budak hawa nafsu serta keinginan. Adapun jika amal perbuatan tersebut sesuai dengan keinginan Allah swt, maka kita adalah orang yang merdeka. Disebut merdeka karena tidak berfikir selain kepada Allah swt. Imam Ali as berkata: “Ketahuilah bahwa tidak ada seorang pun yang merdeka meninggalkan sisa makanan untuk keluarganya.”[3]
Adakah orang yang merdeka meninggalkan perhiasan-perhiasan dunia berupa kedudukan, tempat tinggal dan kekayaan? Semua perhiasan dunia ibarat sisa makanan di sela-sela gigi yang ditinggalkan orang-orang terdahulu untuk kita. Orang yang merdeka mampu menutup mata dari kedudukan dan kekayaan seperti ini. Al-Quran berkata: “Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya.” (QS. Al-Muddatstsir: 38) “Tiap-tiap diri manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.” (QS. Ath-Thur: 21 “Adapun orang-orang merdeka sangatlah sedikit, kecuali golongan kanan.” (QS. Al-Muddatstsir: 39)
Golongan kanan adalah orang-orang yang selalu hidup bersama keberuntungan dan keberkahan. Mereka tidak berharap apapun kecuali barakah. Mereka tidak melakukan suatu pekerjaan kecuali terdapat keberkahan di dalamnya. Ini merupakan kenikamatan utama yang diinginkan Allah swt untuk kita lakukan. Bulan ini adalah bulan kebebasan. Karenanya, dalam setiap harinya kita harus memutus rantai belenggu yang tercipta dari perbuatan kita sendiri, sampai akhirnya kita terbebaskan. Cara paling utama untuk terbebas dari rantai belenggu tersebut adalah dengan mengenali asrar (rahasia-rahasia) ibadah.
Dalam setiap bentuk ibadah terdapat nilai lahir dan batin. Kita dihimbau untuk mengetahui dan memahami semua rahasia yang ada di baliknya, untuk kemudian mengamalkannya. Shalat, puasa, dan wudhu, semuanya merupakan taklif (keharusan) dan bagian dari hukum-hukum Ilahi. Manusia dituntut untuk mengetahui seluruh rahasia dari hukum-hukum tersebut. Tujuannya tak lain untuk membantu mereka dalam meraih kebebasan.[4]
Bulan puasa merupakan salah satu faktor penyebab yang bisa menyingkap rahasia-rahasia alam ghaib. Bulan Ramadhan harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Kita harus menjaga ucapan-ucapan dan perilaku kita. Selain itu kita juga tidak boleh memakan makanan melebihi kebutuhan diri kita. Sebab, perut yang kekenyangan tidak akan menghantarkan manusia ke tingkatan apapun. Hal paling buruk yang menyebabkan seseorang tidak mampu memahami sesuatu adalah kebanyakan makan. Banyak sekali hadis yang menganjurkan kita untuk mengurangi makan. ”Tidak ada bejana yang dipenuhi oleh bani Adam lebih jelek dari pada perut.”[5]
Tidak ada yang lebih jelek dari pada memenuhi perut dengan makanan. Seseorang yang memenuhi tasnya dengan kebutuhan dapat menyebabkan tasnya rusak. Adapun jika seseorang yang memenuhi perutnya, maka pemahamannya akan menjadi lambat. Perut seseorang yang dipenuhi makanan tidak akan mampu memahami apapun. Jika memikirkan tidur, ia tidak akan mungkin mengetahui rahasia-rahasia dan aspek batin dunia di balik alam tabiat.
Banyak orang yang berumur panjang dikarenakan kedisiplinan dalam menjaga mekanan mereka. Memakan makanan sampai melebihi kebutuhan manusia akan menjadi beban tambahan yang meletihkan jantung dan perut dalam proses pencernaan. Organ usus akan dipaksa untuk menambah kerjanya dalam proses pembakaran dan asimilasi. Biasanya orang yang banyak makan tidak akan berumur panjang.[6]
Jika seseorang telah melintasi semua itu, ia akan mengetahui bahwa keberadaan dunia ini tak lebih dari seonggok mayat. Ia akan mengetahui kenyataan itu sebelum kematiannya. Orang-orang yang sudah mati tahu bahwa sosok dunia adalah sosok mayat dan kita juga akan mati. Imam Ali as berkata: “Akhir bagi manusia adalah kematian.”
“Dia menjadi bangkai di antara keluarganya dan mereka pasrah di hadapan amal perbuatannya.”[7] Seluruh keluarga dari orang yang telah mati akan bersegera menguburkannya sehingga mayatnya tidak sampai mengeluarkan bau yang menyengat. Sedikit saja terlambat, mereka akan merasa cemas.
Sungguh merugi apabila seseorang menemui ajalnya sementara ia tidak mengetahui bahwa keberadaan dunia tidak lebih dari seonggok mayat. Imam Ali as berkata: “Barangsiapa yang mati di antara kita bukanlah mayat dan barangsiapa yang diuji di antara kita bukanlah ujian.”[8]
Pada setiap saat, banyak orang yang menemui kematian. Namun, kita akan tetap hidup ketika mati. Mengapa orang mengalami kematian? Mungkinkah orang hidup terus-menerus tanpa menemui kematian?
Imam Ali as berkata: “Kehidupan dan kematian kita sama.” Kehidupan kita adalah cahaya, begitu pula dengan kematian kita. Kita bisa mengetahui bahwa dunia adalah mayat. Kita tidak akan menjual kehidupan dengan kematian sehingga kita akan tetap hidup selamanya.
Disadur dari Rahasia-rahasia Ibadah: Ayatullah Jawadi Amuli
?


[1] Kanzul ‘Ummal, “al-Khabar” (2356); Mizanul Hikmah, juz 8, hal 74.
[2] Syaikh al-Baha’i, al-Arba’in: al-Khutbah asy-Sya’baniyyah, hadis ke-9.
[3] Nahjul Balaghah, bab “al-Hikmah”, hal 456, isinya, “Diri kalian tidaklah bernilai kecuali dengan surga maka janganlah kalian jual kecuali dengan surga.”
[4] Syaikh al-Baha’i, op.cit..
[5] Bihar al-Anwar, juz 2, hal 142.
[6] Tafsir al-Mizan, juz 2, hal 234. Diambil dari al-Kharaij wa al-Jaraih.
[7] Imam Ali as berkata: “Ruh keluar dari jasadnya, maka ia menjadi bangkai di tengah keluarganya, orang-orang takut berada di sampingnya dan yang ada di dekatnya menjauhinya, tangisan tidak membuatnya gembira dan dia tidak menjawab orang yang memanggilnya, kemudian ia dibawa ke kubur dan orang-orang menyerahkannya kepada amal perbuatannya dan mereka tidak menziarahinya.” Nahjul Balaghah, Khutbah ke-109.
[8] Nahjul Balaghah, Khutbah ke-87.

Khazanah Bathiniah

Kepuasan hati (al-qana'ah) adalah jika seseorang puas dengan apa yang dicintainya dan apa yang dibencinya; ia merupakan sinar cahaya makrifat. Kepuasan (al-qana'ah) adalah suatu sebutan yang mengandung makna penghambaan, dan dapat dilukiskan sebagai kegembiraan hati.

Aku mendengar ayahku, Muhammad Al-Baqir, berkata, "Menyatukan hati dengan apa yang ada berarti menyekutukan (syirk), dan dengan apa yang tidak ada berarti tidak percaya (kufr): keduanya merupakan sayap-sayap kecerobohan." Aku takjub melihat setiap orang yang menyatakan dirinya sebagai hamba Allah dan kemudian merasa puas dengan-Nya atas ketentuan-ketentuan-Nya. Ahli-ahli makrifat ('arifin) yang puas itu sama sekali tidak seperti itu.

Lamunan Terhenti

"Seseorang yang mempunyai pendirian adalah orang yang mau menghitung dirinya, kemudian beramal untuk kekal setelah mati. Sedangkan orang yang tidak mempunyai pendirian adalah orang yang lemah, suka menuruti hawa nafsu, kemudian berkhayal kepada Allah swt."

Dalam hal ini Hasan Bashri mengatakan," Ada orang yang lengah kerana lamunannya, yakni berhayal akan mendapatkan ampunan, sehingga ia keluar dari dunia tanpa bekal apa pun, tanpa kebaikan barang sedikit pon."

Lukisan Kedamaian

"Ketahuilah, bahwa secara global shalat itu ibarat sebuah lukisan yang telah dilukis oleh Tuhan segala tuan, sebagaimana Dia telah melukis rupa hewan, misalnya. Ruhnya shalat adalah niat, keikhlasan dan kehadiran hati. Sementara tubuhnya adalah perbuatan-perbuatannya. Bagian-bagian tubuhnya yang pokok (primer, ashli) adalah rukun-rukun shalat, sedangkan bagian-bagian tubuhnya yang bersifat penyempurna (sekunder, kamali) adalah perbuatan-perbuatan ab'adh(perbuatan-perbuatan shalat yang hukumnya setengah rukun, ini biasa disebut dengan sunnah ab'adh.).

Nikmat Beragama

Alkisah, hiduplah seseorang yang alim di antara pengikut Taurat dan selalu mengajarkan Taurat. Beberapa waktu telah berlalu, namun ia tidak pernah muncul lagi. Ketika Nabi Musa sedang bersama Malaikat Jibril, Nabi Musa bertanya tentang keadaannya, yang kemudian dijawab, "Lihatlah dengan lebih dekat ke arah pintu (itu)." Nabi Musa pun melihat ke arah pintu, namun beliau melihat seekor anjing. Nabi Musa berkata,"Sungguh menghairankan, apa yang telah terjadi? Perutnya berubah seperti ini?" Malaikat Jibrail menjawab,"Orang ini adalah orang yang menyukai harta."Orang yang suka harta, perutnya seperti perut binatang. seekor semut sangat giat mengumpulkan bekal dan keinginannya hanya terfokus pada pengumpulan harta. Kerana itu, orang seperti itu bentuk 'malakut'nya adalah binatang.

Cahaya Allah

Tidak ada manusia yang lebih dekat kepada Allah, melebihi Muhammad Saww. Namun pada saat yang sama, tidak ada manusia yang menandingi beliau dalam aktivitas ibadah yang dilakukan oleh anggota tubuhnya. Beliau adalah orang yang tinggi posisinya di sisi Allah, namun beliau justru sangat rajin dalam melakukan aktivitas ibadah. Bahkan diceritakan oleh Aisyah, kaki beliau sampai bengkak-bengkak kerana sering berlama-lama dalam posisi berdiri saat solat. Beliau mewajibkan solat malam untuk diri beliau, padahal solat malam beliau sunnatkan bagi umatnya.

Di sisi-Nya

"Duhai Allah.. Seandainya aku menyembah-Mu kerana takut terhadap neraka-Mu, maka lemparkanlah aku ke dalamnya. Sekiranya aku menyembah-Mu karena mengharapkan syurga-Mu, maka haramkanlah ia dariku. Dan jika aku menyembah-Mu kerana Wajah Mulia-Mu, maka janganlah Kauharamkan aku untuk melihat-Nya." - Rabiah Adawiyah

Aku Naik Saksi

Dalam sebuah syair disebutkan sebagai berikut:

Kepada Kekasih aku pasrahkan semua urusanku
Jika Dia mahu, Dia menghidupkanku
Dan jika Dia mahu, Dia membinasakanku


Pemahaman yang sama juga ditunjukkan oleh ayat Al Kuran yang lainnya, seperti berikut ini,"Dan tidaklah patut bagi Mukmin dan Mukminah, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata"(Q.S. Al-Ahzab, 33:36). Juga diisyaratkan oleh ayat,"Tidak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka"(Q.S. Ali Imran, 3:128).

Sebaik amalan

Rasulullah saw bersabda, "Ketika seorang hamba berdiri melakukan solat, Allah memandang ke arahnya sampai dia selesai solat. Rahmat Allah menaunginya sejak atas kepalanya hingga langit dan para malaikat mengelilinginya sampai ujung langit. Malaikat yang diutuz Allah kepadanya akan berkata, 'Wahai orang yang solat! Andai engkau tahu siapa yang sedang memandangmu dan dengan siapa engkau sedang berbicara, niscaya engkau tidak akan meninggalkan solat dan tidak bergeming dari tempatmu,"

Imam Ja`far Shadiq berkata,"Solat adalah amalan terbaik dan wasiat terakhir para nabi as. Alangkah indahnya ketika seseorang mandi atau berwudu, lalu dia rukuk dan sujud di tempat yang tidak terlihat orang lain. Ketika seorang hamba memanjangkan sujudnya, setan akan berteriak, 'Celakalah aku! Orang ini mentaati Allah, sedangkan aku menentang-Nya. Dia bersujud, sementara aku menolak perintah-Nya untuk bersujud."

Para penghuni neraka Saqar akan di tanya, "Apa yang menyeret kalian ke neraka?"
Mereka menjawab, "Dahulu kami tidak termasuk orang-orang yang solat. Kami tidak pernah memberi makan orang-orang miskin. Dahulu kami terlena bersama mereka dan kami dustakan adanya hari pembalasan sampai datng kepada kami saat yang pasti (kematian) (QS. al-Mudatstsir: 43-47)

Mereka masuk neraka Saqar karena tidak melakukan solat hakiki hingga hati mereka bagai batu dan bertindak asosial. Karenanya mereka tidak mempedulikan kaum miskin, bergaya hidup liar, melecehkan prinsip kebangkitan yang kehadirannya kelak niscaya mengadili mereka kerana perbuatan buruknya. Mereka mengabaikan makna salam, melupakan rahasia al-Fatihah, mengacuhkan filosofi rukuk dan sujud dan menganggap solat sebagai sebuah gerak badan semata.

Mukjizat

Niat dan keikhlasan dalam solat berfungsi sebagai ruh. Sementara berdiri dan duduk berfungsi sebagai tubuh. Ruku' dan sujud berfungsi sebagai kepala, tangan, dan kaki. Sedangkan menyempurnakan ruku' dan sujud berfungsi sebagai keindahan bagian-bagian tubuh, bentuk dan kulitnya. Zikir dan tasbih di dalam solat berfungsi sebagaimana alat-alat indera. dan mengetahui makna-makna zikir dan kekhusyukan hati dalam solat akan membuat alat-alat indera tersebut dapat melihat, mendengar, mencium, dan merasakan makna-makna solat.